Sabtu, 23 Januari 2010

Pengertian Drama dan Teater

1. DRAMA
Drama berarti perbuatan, tindakan. Berasal dari bahasa Yunani “draomai” yang berarti berbuat, berlaku, bertindak dan sebagainya. Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak. Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama
Dalam bahasa Belanda, drama adalah toneel, yang kemudian oleh PKG Mangkunegara VII dibuat istilah Sandiwara.
Drama (Yunani Kuno δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “aksi”, “perbuatan”. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media: di atas panggung, film, dan atau televisi. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera.

2. TEATER
Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan atau auditorium. Dalam arti luas, teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Teater bisa juga diartikan sebagai drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
Teater (Bahasa Inggris “theater” atau “theatre”, Bahasa Perancis “théâtre” berasal dari Bahasa Yunani “theatron”, θέατρον, yang berarti “tempat untuk menonton”) adalah cabang dari seni pertunjukan yang berkaitan dengan akting/seni peran di depan penonton dengan menggunakan gabungan dari ucapan, gestur (gerak tubuh), mimik, boneka, musik, tari dan lain-lain. Bernard Beckerman, kepala departemen drama di Univesitas Hofstra, New York, dalam bukunya, Dynamics of Drama, mendefinisikan teater sebagai ” yang terjadi ketika seorang manusia atau lebih, terisolasi dalam suatu waktu/atau ruang, menghadirkan diri mereka pada orang lain.” Teater bisa juga berbentuk: opera, ballet, mime, kabuki, pertunjukan boneka, tari India klasik, Kunqu, mummers play, improvisasi performance serta pantomim.

3. AKTING YANG BAIK
Akting tidak hanya berupa dialog saja, tetapi juga berupa gerak.
Dialog yang baik ialah dialog yang :
  1. terdengar (volume baik)
  2. jelas (artikulasi baik)
  3. dimengerti (lafal benar)
  4. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
  5. Gerak yang balk ialah gerak yang :
  6. terlihat (blocking baik)
  7. jelas (tidak ragu ragu, meyakinkan)
  8. dimengerti (sesuai dengan hukum gerak dalam kehidupan)
  9. menghayati (sesuai dengan tuntutan/jiwa peran yang ditentukan dalam naskah)
Penjelasan :
  1. Volume suara yang baik ialah suara yang dapat terdengar sampai jauh.
  2. Artikulasi yang baik ialah pengucapan yang jelas. Setiap suku kata terucap dengan jelas dan terang meskipun diucapkan dengan cepat sekali. Jangan terjadi kata kata yang diucapkan menjadi tumpang tindih.
  3. Lafal yang benar pengucapan kata yang sesuai dengan hukum pengucapan bahasa yang dipakai . Misalnya berani yang berarti “tidak takut” harus diucapkan berani bukan ber ani.
  4. Menghayati atau menjiwai berarti tekanan atau lagu ucapan harus dapat menimbulkan kesan yang sesuai dengan tuntutan peran dalam naskah.
  5. Blocking ialah penempatan pemain di panggung, diusahakan antara pemain yang satu dengan yang lainnya tidak saling menutupi sehingga penonton tidak dapat melihat pemain yang ditutupi.
  6. Pemain lebih baik terlihat sebagian besar bagian depan tubuh daripada terlihat sebagian besar belakang tubuh. Hal ini dapat diatur dengan patokan sebagai berikut:
  1. Kalau berdiri menghadap ke kanan, maka kaki kanan sebaiknya berada didepan.
  2. Kalau berdiri menghadap ke kiri, maka kaki kiri sebaiknya berada didepan.
  3. Harus diatur pula balance para pemain di panggung. Jangan sampai seluruh pemain mengelompok di satu tempat. Dalam hal mengatur balance, komposisinya:
  • Bagian kanan lebih berat daripada kiri
  • Bagian depan lebih berat daripada belakang
  • Yang tinggi lebih berat daripada yang rendah
  • Yang lebar lebih berat daripada yang sempit
  • Yang terang lebih berat daripada yang gelap
  • Menghadap lebih berat daripada yang membelakangi
Komposisi diatur tidak hanya bertujuan untuk enak dilihat tetapi juga untuk mewarnai sesuai adegan yang berlangsung; Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan, mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah bahkan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting. Dimengerti, berarti apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb. Menghayati berarti gerak gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah, termasuk pula bentuk dan usia.

Perempuan Versus Pisau

Ketika banyak orang yang mengagungkan
kesempurnaan. Aku malah terkapar menemukan
ketidakpastian pada kesempurnaan tersebut.

****
Jika ada yang menganggapku gila, maka merekalah yang gila, tidak manusiawi, picik, dan sentimentil. Pernah aku diejek sedemikian rupa oleh mereka, bahkan suatu ketika mereka melempariku dengan batu, tai kucing dan sebagainya. Pokoknya segala macam yang rasa-rasanya tidak pantas untuk mengenai wajah dan pakaianku.
Kepicikan mereka sebenarnya bukan tanpa alasan. Aku sering bepergian membawa pisau kesayanganku. Mereka menganggap aku adalah ancaman. Sebab sewaktu-waktu, apabila aku sedang hilang kesadaran, maka aku akan menusuk salah satu dari mereka. Picik! Tidak manusiawi! Katanya berpendidikan, tetapi mulut, kelakuan dan pola pikir mereka sama sekali tidak menunjukkan hal tersebut. Aku yakin semasa hidup mereka, pasti pernah merasakan kecintaan terhadap sesuatu, entah itu manusia, benda atau apa saja yang membuat dirinya aman, tenteram dan sebagainya. Dan aku, mencintai pisau kesayanganku, yang sering kubawa ke manapun dan di manapun aku berada. Wajar bukan!
Pernah aku mencintai seorang perempuan. Di hadapanku ia adalah yang paling sempurna. Ia cantik, anggun, sederhana, pengertian dan sabar. Pokoknya ia benar-benar permata dunia. Banyak sekali lontaran pujian dari masyarakat sekitar bila aku dengannya sedang berjalan-jalan sekedar melepas kepenatan seharian berada di rumah. Kata mereka, perempuanku itu sungguh memesona bahkan banyak lelaki yang juga mengaguminya, tapi sayang akulah Arjuna yang beruntung mendapatkannya. Padahal mereka tidak tahu, perempuanku itu mempunyai kekurangan yang tidak dimiliki perempuan manapun. Ia takut sekali dengan pisau, ya pisau. Entah ada apa! Sering aku menanyainya perihal ketakutannya terhadap pisau, karena bagiku tidak wajar jika seorang perempuan yang kesehariannya dekat dengan dapur takut dengan pisau., tapi perempuanku itu terus diam seribu bahasa. Hingga pada suatu hari bencana datang.

****
Malam itu, aku sudah tidak kuat untuk menguak misteri perihal phobia perempuanku terhadap pisau.
“Sayang, maaf bukannya lancang. Tapi aku mesti tahu ada hubungan apa antara pisau dan dirimu. Aku ini lelakimu, jadi aku pantas tahu tentang apa saja yang terjadi dengan perempuanku. Termasuk ketakutanmu terhadap pisau.” Kuberanikan diri untuk bertanya ketika ia sedang membereskan piring bekas makan malam. Tapi di luar dugaan, ia menjawabku dengan ketus. Aku takut sekali waktu itu, takut perempuanku sakit hati. Sebab aku terlanjur mencintainya.
“Sudahlah mas, ini adalah pertanyaanmu yang ke sekian dan terakhir kalinya. Karena aku sudah tidak kuat lagi atas rasa penasaranmu itu. Bukankah kita sudah sepakat bahwa kelemahanku ini tidak akan kau permasalahkan lagi, dan aku sangat memegang janjimu itu.”
Aku terperanjat lantas terdiam. Kaget atas jawaban perempuanku itu. Waktu seakan lambat, detak jantungku terasa lebih cepat dari jarum jam. Seumur hidupku dengannya, tidak pernah kudengar ia marah, bahkan mendengus atau cemberut sekalipun. Setengah mati aku berpikir, apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kami pun tidak saling tegur sapa sepanjang malam itu. Bahkan di atas ranjang yang menjadi saksi bisu atas kehangatan kami berdua mengarungi malam demi malam, ia dingin. Sedingin kutub pada musim dingin.
Tidak pernah tebersit dalam pikiranku bahwa perseteruan singkat malam itu akan berkepanjangan. Hingga pagi setelah aku terbangun dari mimpi, aku menemukan pisau yang tergolek berlumuran darah, dan di sebelahnya secarik kertas bertuliskan darah yang isinya membuatku shock. AKU PERGI!! TELAH KUBUAT LUKA ATAS DASAR KETAKUTANKU DAN RASA PENASARANMU. JANGAN CARI AKU. SEBAB KESEMPURNAAN TENGAH MENATAPKU DENGAN TAJAM. PEREMPUANMU........
Sejak itulah aku selalu menyayangi pisau itu. Di samping pisau itu adalah peninggalan terakhir perempuanku, pisau itulah yang menghilangkan phobia perempuanku. Mungkin ia sekarang sedang memotong daging dengan pisau untuk makan malam lelakinya yang baru. Padahal aku belum pernah melihatnya seperti itu. Aku sangat bahagia membayangkannya.

****
Gemuruh malam, lagu jejangkrik, serta rembulan yang kurasa sejengkal di atas kepalaku mengiringi kesendirian yang menyeruak dalam benak dan batinku. Malam itu harusnya spesial. Sebab usiaku genap 30 tahun. Tidak ada perayaan, ataupun sekedar lagu selamat ulang tahun. Kata orang dalam usia ini, para lelaki akan semakin matang dalam segala hal termasuk urusan ranjang sekalipun. Tetapi pernyataan seperti itu sangat tidak berarti bagiku.
Aku berjalan menuju ruang tamu dan kubuka pintu untuk memandang langit mendung sambil tanganku menggenggam sebilah pisau kesayanganku. Lantas tersenyum padanya.
Tuhan tuntunlah aku menuju Arasy MU. Aku berjanji akan memandang kesempurnaan itu tanpa ratap dan tangis. Sebab aku yakin, hanya penyerahan dan pemasrahanlah yang membuat manusia semakin manusia.

Tasikmalaya, 17 Januari 2006